1.
JUDUL
PROPOSAL
Prosedur Penerbitan
Bill of Lading Dalam Proses Ekspor Oleh Perusahaan
Pelayaran PT. X Di Pelabuhan
Tanjung Priok
2.
PENEGASAN ARTI JUDUL
2.1
Prosedur adalah
serangkaian aksi yang spesifik,
tindakan atau operasi
yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang sama agar selalu
memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama dalam menjalankan suatu
aktivitas (http://id.wikipedia.org/wiki/Prosedur).
2.2
Bill of Lading atau
Konosemen adalah dokumen pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi
lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan
pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayarannya, nama consignee
(penerima) atau pemesanan, jumlah B/L yang harus ditandatangani dan tanggal
dari pendatanganan (Suyono, 2007:413).
2.3 Ekspor
adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirim
ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam
valuta asing (Amir MS, 2003:100).
2.4 Perusahaan
Pelayaran Adalah suatu badan hukum yang didirikan oleh salah satu orang atau
beberapa orang dengan memiliki satu/ lebih kapal untuk mengelola kapal tersebut
(Pasal 323 KUHD).
Jadi arti dari judul diatas adalah tahap-tahap kegiatan penerbitan
dokumen Bill of Lading oleh Perusahaan Pelayaran PT. X untuk mengeluarkan
barang ke luar wilayah pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengingat
bahwa barang-barang yang dikirimkan dengan kapal atau alat angkut lainnya
mempunyai nilai yang tidak kecil, sebaliknya bagi pengangkut Bill of Lading (B/L)
merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan barang dengan pihak kedua.
3.
ALASAN PEMILIHAN JUDUL
Beberapa
alasan yang dapat penyusun kemukakan dalam pemilihan judul Proposal Praktek
Kerja ini adalah Penyusun ingin mengetahui secara langsung prosedur penerbitan Bill
of Lading yang dilakukan pada PT. X di Tanjung Priok dan alasan lain yang
dapat Penyusun Kemukakan antara lain:
3.1 Alasan
Ilmiah
Untuk mencari tambahan ilmu pengetahuan
baik itu yang sudah diperoleh dari kampus maupun yang belum diperoleh di tempat
praktek kemudian mengembangkan ilmu tersebut khususnya dalam bidang kemaritiman.
3.2 Alasan
Praktis
Untuk
mengetahui secara langsung prosedur Penerbitan Bill of Loading
oleh
PT. X di Pelabuhan Tanjung Priok.
3.3 Alasan
Lain
Untuk
mengetahui bagaimana sebenarnya pekerjaan perusahaan pelayaran PT. X didalam
menangani dokumen Bill of Lading, dan ilmu yang
penyusun dapat akan menjadi bekal penyusun untuk bekerja di perusahaan
pelayaran.
4.
Latar Belakang Masalah
Dalam
proses pengapalan barang dengan angkutan laut, diperlukan dokumen-dokumen
pengapalan atau shipping document. Dokumen pengapalan yang paling
penting dalam proses pengapalan barang dengan angkutan laut adalah Bill of
Lading (B/L) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan
"konosemen". Bill of Lading (B/L) dikeluarkan dalam beberapa
lembar yang berlaku dalil bahwa "satu untuk semua dan semua untuk
satu" (one for all and all for one) yang artinya kalau ada satu lembar
sudah digunakan untuk menerima barang-barang maka lembaran kedua tidak dapat
dipergunakan lagi atau sudah dapat pula dikeluarkan salinan lagi, tapi salinan
ini tidak dapat diperjualbelikan dan harus ditandai dengan perkataan tidak
dapat diperjualbelikan atau "copy not negotiable" atau dengan
istilah lain 'We Verhandel Baar'.
Bukti kontrak pengangkutan (Contract
of Affreightment) menggambarkan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan
pengangkutan terhadap barang muatan yang diangkutnya bilamana terjadi kerugian
atas barang-barang yang diangkutnya, demikian pula tentang hukum mana yang
dipakai untuk menyelesaikan kerugian tersebut. Praktek pengiriman barang-barang
dengan mengunakan angkutan laut pada umumnya menggunakan Bill of Lading sebagai
bukti kontrak pengangkutannya, Airway Bill untuk pengangkutan
barang-barang dengan angkutan udara, surat jalan barang bilamana pengangkutan
dengan angkutan jalan raya dan FIATA B/L (International Freight Forwarer’s
Association) bila menggunakan multi modal combined transport.
Pengangkutan laut di Indonesia
dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran baik yang beroperasi dalam negeri (interinsuler)
maupun yang beroperasi di luar negeri (ocean going). Masing-masing
perusahaan mengeluarkan Bill of Lading dan mencantumkan ketentuan hukum
yang dipakai sebagai dasar hukum Bill of Lading tersebut.
Perusahaan pelayaran yang
beroperasi di dalam negeri memakai pasal 470 KUHD sebagai hukum tertinggi yang
berlaku untuk Bill of Lading yang dikeluarkannya. Bilamana disimak
maksud yang tersirat dalam pasal 470 KUHD tersebut adalah : Ayat (1) Pengangkut
tidak dapat membatasi tanggung jawabnya bilamana kapalnya tidak laik laut dan laik
muatan. Ayat (2) Pengangkut boleh membatasi tanggung jawabnya bilamana ia dapat
membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan.
Dari ketentuan dua ayat tersebut di
atas terlihat bahwa B/L perusahaan pelayaran harus mengikuti ketentuan yang
digariskan diatas, yakni bahwa :
kapal yang mengangkut barang itu harus laik laut dan laik muatan.
Bilamana pengangkut pelayaran dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan maka si pengangkut dapat membatasi tanggung jawabnya (limitation of liability) sebagaimana diatur dalam Bill of Lading serta ketentuan pasal-pasal KUHD yang lain.
kapal yang mengangkut barang itu harus laik laut dan laik muatan.
Bilamana pengangkut pelayaran dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan maka si pengangkut dapat membatasi tanggung jawabnya (limitation of liability) sebagaimana diatur dalam Bill of Lading serta ketentuan pasal-pasal KUHD yang lain.
Sebagai
contoh konkrit bahwa kapal yang mengangkut barang itu harus laik
laut dan laik muatan, 80 persen
kegiatan ekspor dan impor di kawasan perdangangan bebas batam masih dikuasai
kapal asing disebabkan ketidakpercayaan terhadap kapal muat
domestik serta resiko keamanan pengangkutan
sebagai berikut :
“Sekitar 80 persen kegiatan ekspor
dan impor di kawasan perdangangan bebas batam dikuasai kapal asing Sekarang
sudah menurun, tapi tetap saja lebih banyak kapal asing dibatam.
Dari
sekitar 20 persen kapal indonesia yang melayani ekspor impor di batam, itu pun
belum tentu milik pengusaha indonesia seluruhnya. Sebagian kapal itu kepemilikan
bersama dengan orang asing. Batam masih kesulitan melayani
ekspor impor karena kesulitan pendanaan. Masih banyaknya kegiatan
ekspor impor oleh kapal asing disebabkan ketidakpercayaan terhadap kapal muat
domestik serta resiko keamanan pengangkutan. Penggunaan kapal asing sehingga
kegiatan ekspor impor dilakukan dengan free on board (FOB) sedang impor
dengan cost insurance and freight (CIF). Akibatnya arus
devisa juga banyak keluar dari kegiatan perdangan internasional yang berpotensi merugikan keuangan Negara.” (www.republika.co.id/ berita/ekonomi/bisnis/13/03/07/mj9yy0-kapal-asing-kuasai-80-persen-ekspor-impor-di-batam).
Dokumen ekspor mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses ekspor khususnya Bill of Lading, baik
dalam hal pembayaran maupun dalam pengiriman barang. Dalam negosiasi
pembayaran, dokumen yang lengkap dapat menjadi jaminan bagi seorang eksportir
untuk mendapatkan haknya dalam pelunasan pembayaran, sedangkan bagi importir
dokumen tersebut, digunakan sebagai bukti kepemilikan barang yang nantinya
dapat digunakan dalam proses bongkar muat barang. Melihat uraian diatas akan
pentingnya peranan dokumen Bill of Lading serta peran Freight
forwarding dalam proses ekspor. Maka dengan alasan tersebut, penulis
mengambil judul “Prosedur Penerbitan Dokumen Bill of Lading (B/L) Dalam
Proses Ekspor di perusahaan pelayaran PT. X di Pelabuhan Tanjung Priok.
5.
RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah terkait dengan proposal
praktek kerja ini yaitu :
“Bagaimana Prosedur
Penerbitan Bill of Lading di Perusahaan Pelayaran PT. X Pelabuhan
Tanjung Priok ?”
6. TUJUAN
PENULISAN LAPORAN
Tujuan penulisan laporan ini selain untuk memberi gambaran secara langsung
tentang prosedur penerbitan
dokumen Bill of Lading sehingga
penyusun akan terjun langsung dalam suatu praktek kerja, dan dapat mengetahui
secara langsung setiap kegiatan yang ada dan suatu kendala yang dihadapi serta
pemecahan maupun antisipasi yang dilakukan dalam setiap keadaan tersebut juga
bertujuan untuk :
6.1 Tujuan
Akademik
Sebagai tugas akhir bagi penyusun
untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III Jurusan Ketatalaksanaan
Pelayaran Niaga dan untuk mengenalkan praktek kerja kepada Taruna/Taruni
Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga agar mampu mengenal serta mengikuti
kegiatan sehari-hari di bidang kepelabuhanan.
6.2
Tujuan Ilmiah
Untuk
memperdalam ilmu pengetahuan yang telah diperoleh melalui perkuliahan dan juga
untuk menerapkan ilmu pengetahuan dalam praktek di lapangan.
6.3
Tujuan Lain-lain
Sebagai
pengalaman sebelum memasuki dunia kerja, sekaligus memperdalam ilmu pengetahuan
yang pernah didapat dan yang belum didapat dalam perkuliahan dan
selebihnya dapat dipergunakan untuk pengabdian kepada masyarakat di lingkungan
pelabuhan.
7. MANFAAT
PENYUSUNAN LAPORAN
7.1 Bagi
Penyusun
Sebagai
sarana dan langkah awal untuk melatih diri guna persiapan sebelun terjun
kedunia kerja serta bagaimana menganalisa hal-hal yang penting dilapangan
sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik sewaktu berhadapan dengan masyarakat
umum khusunya dilingkungan pelabuhan dalam mendapatkan data-data yang
dibutuhkan serta menyusunnya dalam bentuk karya ilmiah.
7.2 Bagi
Ilmu Pengetahuan
Mengembangkan
karya tulis yang berkaitan dengan Prosedur penerbitan Bill of Lading dilingkungan
pelabuhan khusus PT. X dan menambah teori kemaritiman yang telah didapat
dibangku kuliah kedalam tugas praktek kerja sehingga akan menambah gambaran
kenyataan kerja dilapangan.
7.3 Bagi
Pembangunan
Dapat
menyumbangkan wawasan terhadap apa yang perlu dikembangkan di Perusahaan
Pelayaran PT. X pelabuhan Tanjung Priok atau diseluruh pelabuhan yang ada di
Indonesia baik yang sudah berkembang maupun yang masih tertinggal.
8. TINJAUAN
TEORITIS
Dalam penyusunan tinjauan teoritis ini penyusun akan mengungkapkan
perihal terkait penerbitan Bill of Lading dengan penyelenggaraan ekspor
oleh
PT. Citra Pembina Pengangkutan Industries Group.
PT. Citra Pembina Pengangkutan Industries Group.
8.1
Bill
of Lading
Dalam
pembuatan Bill of Lading melibatkan suatu badan usaha lain yang tidak
kurang pentingnya dalam perdagangan luar negeri yaitu perusahaan angkutan laut
atau shipping company.
Yang
dimaksudkan dengan shipping company adalah usahaan pelayaran yang
mempunyai jaringan-jaringan pelayaran yang menghubungkan antara satu pelabuhan
dengan pelabuhan lain hampir keseluruh pelosok dunia dengan tujuan untuk
mempermudah pemindahan barang penumpang dari satu tempat ketempat lain.
Shipping company
yang menyelenggarakan pelayaran tetap dan teratur dan yang menghubungkan
rute-rute tertentu disebut liner, sedangkan perusahaan yang tidak mempunyai
rute tertentu disebut tramper. Setiap eksportir yang bermaksud mengirimkan
barang yang dalam hal ini bertindak shipper dapat menghubungi agen dari salah
satu shipping company guna mendapatkan
ruangan di kapal untuk barang-barangnya. Barang-barang yang akan dikirim sudah harus berada dipelabuhan di mana kapal akan berlabuh closing date yang ditentukan. Closing date berarti hari terakhir memuat barang di pelabuhan tersebut.
ruangan di kapal untuk barang-barangnya. Barang-barang yang akan dikirim sudah harus berada dipelabuhan di mana kapal akan berlabuh closing date yang ditentukan. Closing date berarti hari terakhir memuat barang di pelabuhan tersebut.
Barang-barang
yang akan diangkut dapat diterima oleh shiping company dengan dua cara yaitu
dengan cara alongside, atau shed (disimpan sementara didalam
gudang) Bilamana sampai terjadi suatu Bill of Lading sudah dikeluarkan,
sedangkan barangnya belum dimuat di atas kapal (misalnya karena kekliruan) maka
pemegang Bill of Lading mempunyai hak penuh melakukan tuntunan (claims)
atas seluruh barang yang disebut dalam Bill of Lading dan bukan “received
for shipment” Bill of Lading.
Sebelum Bill of Lading diserahkan kepada shipper, maka mate’s
receipt harus dikembalikan lebih dulu sebagai tukaran bagi shipping
company. Oleh karena Bill of Lading merupakan dokumen terpenting dalam
hal ini, maka di sini akan ditinjau arti dan fungsi dari Bill of Lading.
Dalam penerbitan
dokumen Bill of Lading, harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
8.1.1
Fungsi Bill
of Lading
8.1.1.1
Tanda terima barang atau muatan ( Document of
receipt)
Bill of Lading berfungsi sebagai tanda terima barang untuk menyatakan
bahwa barang telah dimuat di atas kapal.
8.1.1.2
Dokumen pemilikan ( Document of title)
Bill of Lading dapat
digunakan untuk pengambilan barang di pelabuhan pembongkaran.
8.1.1.3
Kontrak pengangkutan ( Contract of carriage)
Bill of
Lading berfungsi sebagai perjanjian pengankutan laut atau kontrak perjanjian bahwa
barang atau muatan akan dimuat di atas kapal hingga tempat tujuan.
Bill of loading
biasanya dikeluarkan dalam set lengka yang lazimnya terdiri rangkap tiga (Full
set Bill of Lading)
yang penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. (Satu)
lembar untuk shipper
b. (dua)
lembar untuk consignee atau penerima barang.
Akan
tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set diserahkan
kepadanya. Untuk setiap lembar orisinal Bill of Lading berlaku hukum “one
for all and all for one” yang berarti bilamana salah satu dari
lembar-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan delivery order (do)
maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi batal.
8.1.2
Jenis Bill of Lading
Terdapat
beberapa jenis Bill of Lading sesuai
dengan fungsinya. Berikut ini adalah jenis Bill of Lading yang menjadi
dokumen dalama pengankutan lau diantaranya adalah :
8.1.2.1
House Bill of Lading : B/L yang dikeluarkan
oleh pihak forwarding.
Freight
Forwarder adalah badan usaha yang bertujuan
untuk memberikan jasa pelayanan atau pengurusan atas seluruh kegiatan yang
diperlukan bagi terlaksananya pengiriman, penggangkutan dan penerimaan barang
dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut maupun udara.
Disamping itu freight forwarder juga melaksanakan pengurusan
penerbitan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya
peraturan-peraturan pemerintah negara asal ekspor, Negara transit dan negara
impor. Serta sesuai dengan ruang lingkup usahanya, freight forwarder
juga melengkapi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit, Certificate
of Receipt, Bill of Lading, Sea Waybill, Air Waybill, House
Bill of Lading, Fiata Bill of Lading, Delivery Order dan
sebagainya.
8.1.2.2
Through Bill of Lading yang
dikeluarkan oleh pihak pelayaran dari POL (Port Of Loading) sampai ke
POD (Port Of Discharges), Through Bill of Lading dipakai oleh
8.1.2.3
Combined Transport Bill
of Lading
Bill
of Lading yang meliputi pengangkutan barang dengan menggunakan lebih dari satu jenis
alat transportasi. Dokumen ini menyebutkan berbagai operator transportasi
(pengangkut) yang akan mengambil barang di tepat muat pengapalan dan membawanya
ke tempat tujuan.
8.1.3
Bagian-bagian dalam Bill
of Lading
Ada banyak
bagian-bagian yang harus diisi dalam sebuah Bill of Lading, antara lain
: (Suyono
RP, 2007:414).
8.1.3.1
Shipper ( pengirim barang)
Pengirim biasanya adalah pihak yang mula-mula
menyiapkan Bill of Lading dan memberikan perincian dari barangnya yang
akan diperlukan. Dimana Hague, Hague-Visby Rules, atau Hamburg Rules
diberlakukan, pengiriman wajib mendapat keterangan peraturan yang berlaku bila
barangnya dikapalkan.
Sebaliknya, shipper (pengirim) berkewajiban
memberi keterangan yang jelas mengenai barangnya, dan bila keterangannya tidak
benar dapat mendapat tuntutan dari kapal sebagai carrier (pengangkut)
Bila pemilik asli dari barang memakai jasa forwarding, biasannya nama yang
tercantum pada Bill of Lading ini adalah
nama forwarding dan dari pihak forwarding sendiri akan mengeluarkan house Bill of Lading. Hal ini dilakukan oleh pihak forwarding agar pihak
pelayaran tidak mengetahui siapa pemilik barang sebenarnya untuk menghindari
pembajakan pemilik barang.
Hal ini terkadang terdengar ironi, karena peraturan pemerintah yang baru
sekarang adalah manifest yang dikirim dalam bentuk flat file di bea cukai
haruslah nama asli pemilik barang, sehingga bila forwarding mengeluarkan
house Bill of Lading maka mereka
akan membuat manifest sesuai house B/L mereka dan manifest tersebut dikirimkan
ke pihak pelayaran untuk di kumpulkan kemudian dikirim ke bea cukai.
8.1.3.2
Cosignee ( penerima barang)
Keterangan mengenai pihak penerima bukan urusan
kapal, namun persoalan antara penjual dari barang (biasanya shipper) dan calon
pembeli barang. Tergantung dari transaksi perdagangan dari barang, di dalam
kotak untuk consignee dalam bill of loading dapat ditulis “bearer” atau “holder”, atau
juga dapat disebut “nama dari consignee”, “to order”, atau kotaknya dibiarkan kosong. Semuanya itu menunjukan cara
pemindahan kepemilikan dari Bill of Lading dan pengawasan dari penerima
barang.
8.1.3.3
Notify Party
Alamat atau nama dari pihak yang shipper minta kepada
pemilik kapal (carrier) untuk diberi
tahu bila kapal sampai di tempat pembongkaran barangnya. Biasanya notify party adalah consignee
atau agen yang diminta untuk menerima barang bila kapal tiba.
8.1.3.4
Vessel (Kapal)
Nama dari kapal yang mengankut barang harus ditulis.
Hal ini perlu dalam Bill of Lading untuk memberi tahu bahwa barang telah
diangkut secara fisik dari seller
(penjual) kepada buyer (pembeli)
8.1.3.5
Shipper’s description of goods
Pada umumnya
dibagi dalam :
a.
Mark dan umbers
b.
Number of Containers or other Packages, Pieces orUnits
c.
Container Numbers
d.
Gross Weight
8.1.3.6
Measurement
Sesuai
Hague, Hague-Visby, atau Hamburg Rules, shipper berhak untuk meminta kepada
kapal untuk mengeluarkan Bill of Lading yang memberikan Bill of
Lading yang memberikan perincian mengenai barang yang dimuat.
Dengan
melihat Bill of Lading, buyer dapat mengetahui barang yang ada
dikapal. Keterangan yang lebih rinci tentunya sangat diperlukan untuk melakukan
pembelian dalam perdangan.
Perincian
mengenai muatan ini yang sering menimbulkan persoalan dan pengangkut hanya
mengetahui keadaan dari luar saja. Oleh karena itu Ada istilah :
a.
Shipper’s load and count.
b.
Apparent good order and condition.
c.
Said to wight.
d.
Dll.
8.1.3.7
No. Of Original Bills of Lading
Secara tradisional, jumlah Bill of Lading yang
dikeluarkan terdiri dari satu set dengan 3 buah lembar Bill of Lading.
Namun demikian, hal itu bukan sesuatu ketentuan. Jumlah Bill of Lading yang
ada disebut dalam kotak ini yang biasanya dalam Bill of Lading lainnya
juga akan terletak di kotak sebelah kanan tengah.
8.1.3.8
Shipped oin Board
Shipped at the port of Loading in
apparent good order on board the vessel for carriage to the Port of Discharge
or so near thereto as she may safely get the goods specified above.
Bahwa shipper yang
mendapat Bill of Lading demikian, belum menentukan bahwa barangnya sudah
dimuat di atas kapal. Brang itu mungkin masih berada dalam gudang dari
perkapalan dan menunggu pemuatan ke atas kapal.
Tanggung jawab sepenuhnya
berada pada pihak carrier, namun Date (tanggal)
bahwa barang betul sudah berada diatasnya sebaiknya diperhatikan.
For the carrier dalam Bill
of Lading biasanya adalah tanda tangan dari petugas perkapalan yang
menyaksikan pemuatan barang ke atas kapal.
8.1.3.9
Freight and Charges
Jumlah dari freight yang dibayar dapat tertera
dalam kolom ini dan dapat juga tidak. Biasanya ditulis Freight Payable at
Destination atau dapat juga ditulis Freight Prepaid.
8.1.3.10
Bill of Lading No....
Pada sebelah
kanan atas ada kotak khusus untuk nomor dari Bill of Lading.
Biasanya diberi nomor
sebagai refrence untuk perusahaan
pelayaran dan juga untuk shipper dan buyer.
8.1.3.11
For the Carrier, PT.Perushaan Pelayaran
By............................. As Agent
Bilamana barang telah dimuat
di atas kapal, dan shipper telah melaksanakan kewajiban pembayaran biaya dari
barangnya, seperti freight, biaya terminal, bongkar/muat dan lainnya
maka agen sebagai perwakilan dari perusahaan pelayaran akan membubuhkan tanda
tanganya.
8.1.4
Cara mengisi formulir Bill of Lading
Pada umumnya setiap maskapai
pelayaran sudah menyediakan formulir Bill of Lading yang isinya pada
umumnya sudah dinormalisasi. Cara-cara mengisi Bill of Lading adalah
sebagai berikut (Amir MS, 2000:59).
8.1.4.1
Alenia pertama dari Bill of Lading berisikan
kalimat :
Shipped in apparent good order and conditions by
Messrs... (Nama shipper).
Pernyataan ini merupakan penegasan telah dimuatnya
barang di atas kapal dalam keadaan baik, dan disebutkan nama yang mengirimkan
barang (shipper), nama kapal, nama pelabuhan muat, nama pelabuhan tujuan
(destination/unloading port), jumlah barang yang dimuat (banyak peti), uraian
ringkas dari barang, dan nama penerima barang (consignee).
Ruangan
untuk nama penerima barang sering diisinya hanya dengan perkataan to order,
dan kemudian ditambah dengan notify adress yang dimaksudkan sebagai
alamat penghubung untuk penyelesaian penyerahan barang di tempat tujuan.
8.1.4.2
Adakalanya barang-barang terpaksa harus dipindahkan
kekapal lain (transhipped) yang akan meneruskan pengangkutan sampai ke
tempat tujuan. Dalam hal ini tidak perlu dikeluarkan Bill of Lading baru
tetapi cukup dalam B/L yang pertama disebutkan adanya transhipment ini.
Misalnya barang-barang diangkut dari pelabuhan Tanjung Priok dengan tujuan
terakhir Liverpoll dan memerlukan transhipment di Genoa. Di dalam Bill
of Lading disebutkan sebagai berikut : From Tanjung Periok, to
Liverpool, transhipped into ss/ms .. at Genoa.
8.1.4.3
Ongkos angkut (freight) pada umumnya di dalam
B/L dinyatakan dalam British shilling atau dalam United States Dollar.
Bilamana ongkos sudah dibayar di muka oleh shipper maka di dalam B/L di cap “freight
prepaid”. Pada umumnya di dalam B/L disebutkan tarip ongkos angkut (total freigth)
tidak dicantumkan di dalam B/L, sedangkan ongkos angkut itu sudah dibayarkan di
muka oleh shipper, maka di dalam B/L di cap dengan “freight paid
as arranged” (ongkos angkut sudah dibayar sebagaimana dimufakati).
8.1.4.4
Alenia terakhir dari B/L menyebutkan banyaknya
lembar-an asli (original) Bill of Lading yang dikeluarkan (yang
ditandatangani) misalnya 3/3, 4/4 dan seterusnya. Penulisan 3/3 atau 4/4 ini
bukan dengan angka 3 atau 4 saja adalah sesuai hukum “one for all for one’ yang
berlaku di dalam Bill of Lading. (Asli) orisinal dari B/L ini yang dapat
diperdagangkan disebut “negotable Bill of Lading”, sedangkana
tembusan-tembusannya yang tidak ditandatangani disebut non administratip. Perlu
dicatat bahwa dengan straight Bill of Lading, maka straight B/L ini juga
disebut non negotable B/L, disebabkan sifatnya yang tidak bisa
dipindahkan (hak atas B/L itu) dengan cara biasa yang berlaku bagi B/L kepada
order umunya.
8.1.5
Kehilangan Bill of Lading
Apa yang
harus dilakukan bila kehilangan Bill of Lading:
8.1.5.1.1
Minta surat keterangan kehilangan dari Kepolisian
(yang asli).
8.1.5.1.2
Minta diiklankan di media lokal selama 3 hari ,bahwa
ada kehilangan Bill of Lading.
8.1.5.1.3
Bill of Lading original akan diterbitkan
lagi oleh pelayaran, dengan keterangan “RE-ISSUED”.
8.2
Proses Ekspor di Indonesia
Transaksi
ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar
wilayah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan dan juga peraturan yang telah
disepakati oleh buyer dan seller mengenai transaksi ekspor itu sendiri.
Transaksi ekspor merupakan salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang mempunyai
peranan yang sangat penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia.
Tanpa kita pungkiri bahwa ekspor mempunyai peran yang strategis dalam membantu
pemerintah dalam melakukan pembangunan dalam negeri. Hal ini karena melalui
ekspor, negara akan memperoleh devisa dalam upaya menambah tabungan domestik
sehingga dapat membayar hutang luar negeri yang jumlahnya semakin meningkat
tiap tahunnya (Amir MS, 2000:1)
Sejalan
dengan permasalahan yang dihadapi dalam transaksi ekspor semakin luas dan
komplek, sehingga peningkatan pelayanan yang cepat, tepat, dan aman menjadi tanggung
jawab bersama. Dalam hal ini, pemerintah melalui instansi terkait dengan segala
upaya menjadikan Indonesia sebagai pintu gerbang arus barang dan jasa dalam pendistribusian
dan penanganan arus barang ekspor maupun impor sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Dalam
prakteknya pengurusan dan penyelesaian barang ekspor di pelabuhan tujuan,
memerlukan orang yang profesional yang mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku
serta mengerti prosedur dan alur dalam pengurusan dokumen-dokumen yang timbul
dari transaksi ekspor. Terlebih lagi dalam penanganan muatan kecil atau yang
sering disebut dengan muatan konsolidasi dan Less Container Load ( LCL )
Dalam menangani muatan tersebut dibutuhkan penanganan khusus oleh Perusahaan
Jasa Pengurusan Freight Forwarder. Freight Forwarder dalam
menanganani muatan konsolidasi ini melayani beberapa shipper dan
menggabungkannya ke dalam muatan Full Loads.
8.2.1
Pengertian Ekspor
Ekspor
adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirim
ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam
valuta asing (Amir MS, 2003:100).
8.2.2
Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Ekspor
Tahap-tahap
pelaksanaan ekspor adalah serangkaian pekerjaan yang saling berhubungan menurut
waktu dan cara-cara tertentu dalam menjual barang dan jasa yang diselenggarakan
kepada penduduk diluar negeri atau diluar batas negara kita.
Tahapan
pelaksanaan ekspor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
8.2.2.1
Eksportir menerima order dari importer
8.2.2.2
Eksportir menerima L/C dari bank di
negara eksportir, yang merupakan advising bank atau dapat bertindak
sebagai confirming/negotiating bank.
8.2.2.3
Eksportir menyiapkan barang-barang
ekspor atau memesan barang dari produsen atau supplier.
8.2.2.4
Eksportir menyelenggarakan pengepakan
barang ekspor dengan atau tanpa bantuan EMKL/Freight forwarding.
8.2.2.5
Eksportir memesan ruangan kapal pada
maskapai pelayaran.
8.2.2.6
Eksportir melakukan pemuatan barang
dengan atau tanpa bantuan EMKL/Freight forwarding.
8.2.2.7
Eksportir mengurus B/L pada maskapai
pelayaran.
8.2.2.8
Eksportir menutup asuransi, tergantung
syarat dari L/C.
8.2.2.9
Eksportir menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen
pengapalan yang disyaratkan dalam L/C ( termasuk consular invoice bila
diharuskan )
8.2.2.10
Eksportir menyerahkan dokumen-dokumen
dan mengajukan wesel kepada advising/negotiating bank untuk memperoleh
pembayaran/akseptasi sesuai syarat L/C.
8.2.2.11
Eksportir memperoleh pembayaran/akseptasi
wesel dari advising/ negotiating bank.
8.2.2.12
Eksportir mengirim copy dokumen-dokumen
pengapalan kepada importir/memberitahukan pengapalan kepada importir.
8.2.2.13
Dalam hal wesel diaksep, meminta bank
untuk mendiskonto
wesel. Bila mendapat kredit dari bank, melunasi kredit tersebut dengan pembayaran hasil dari transaksi.
wesel. Bila mendapat kredit dari bank, melunasi kredit tersebut dengan pembayaran hasil dari transaksi.
8.2.3
Dokumen-dokumen yang Diperlukan dalam
Kegiatan Ekspor
Dokumen
adalah suatu instrument tertulis yang mengandung fakta-fakta, angka-angka atau
keterangan-keterangan lain yang dipakai sebagai bukti.
Jenis-jenis dokumen dalam pelaksanaan
ekspor antara lain :
8.2.3.1 Shipping
Instructions ( SI )
Shipping
Instructions adalah dokumen yang digunakan untuk
pemesanan kapal dan container. Dokumen SI dibuat oleh eksportir atau
Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Informasi yang termuat dalam SI diperlukan sebagai
dasar pembuatan B/L.
8.2.3.2
Bill of Lading (
B/L )
8.2.3.3
Letter of credit
( L/C )
Letter
of credit adalah sebuah instrument yang dikeluarkan oleh
sebuah bank atas permintaan importir, yang menguasakan seseorang atau sebuah perusahaan
penerima instrument ( eksportir ) menarik wesel atas bank yang bersangkutan
atau salah satu bank korespondennya bagi kepentingan, berdasarkan kondisi-kondisi
atau persyaratan yang tercantum pada instrument tersebut.
8.2.3.4 Surat
Keterangan Asal ( SKA )/Certificate of origin
Surat
keterangan asal adalah surat pernyataan yang menyebutkan negara asal suatu
barang. Dengan adanya surat ini, importir mengetahui bahwa barang yang
diimpornya adalah benar-benar berasal dari negara eksportir.
SKA
ini penting karena untuk memperoleh fasilitas bea masuk maupun sebagai alat
perhitungan quota di negara tujuan atau untuk mencegah masuknya barang
terlarang. Surat ini diterbitkan oleh dinas perindustrian dan perdagangan.
8.2.3.5 Pemberitahuan
Ekspor Barang ( PEB )
Pemberitahuan
Ekspor Barang merupakan dokumen pabean yang digunakan untuk pembentukan
pelaksanaan ekspor barang yang isinya antara lain:
a.
Jenis barang
b.
Identitas eksportir
c.
Nama Importir
d.
Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP )
e.
Izin khusus
f.
Berat barang
g.
Cara penyerahan
h.
Merk dan nomor petikemas
i.
Nomor HS
j.
dll
PEB
wajib diisi dengan sebenar-benarnya, ditandatangani oleh eksportir, pejabat bea
dan cukai serta pejabat bank devisa yang berwenang untuk hal tersebut.
8.2.3.6 Nota
Pelayanan Ekspor ( NPE )
Nota Pelayanan Ekspor
adalah dokumen ekspor yang dikeluarkan oleh
Bea dan Cukai yang
menyatakan bahwa komoditi tersebut siap untuk diekspor dan tidak ada masalah.
8.2.3.7
Delivery order (
DO )
Delivery order merupakan
dokumen yang dikeluarkan oleh bank sebagai perintah untuk menyerahkan barang-barang
yang disimpan di gudangmtersebut kepada pihak yang disebut dalam Delivery
order.
8.2.3.8
Packing list.
Dokumen ini dibuat oleh eksportir untuk
menerangkan uraian dari barang- barang yang dibungkus atau diikat dalam peti
dan sebagainya. Dalam membuat daftar rincian barang, eksportir biasanya juga
memberitahukan tentang jenis bahan pembungkus. Hal tersebut dilakukan untuk
kepentingan mempermudah dan memperlancar pemeriksaan oleh pejabat Bea dan
Cukai.
8.2.3.9
Invoice
Invoice adalah
nota perincian tentang keterangan barang-barang yang dijual dan harga dari
barang-barang tersebut. Invoice merupakan suatu dokumen yang penting
dalam perdagangan, sebab dengan data-data dalam invoice ini dapat
diketahui jumlah wesel yang akan ditarik, jumlah penutupan asuransi, dan
penyelesaian segala macam bea masuk.
8.2.3.10
Polis Asuransi
Polis asuransi adalah surat bukti
pertanggungan yang dikeluarkan maskapai asuransi atas permintaan eksportir
maupun importir untuk menjamin keselamatan atas barang yang dikirim dari aneka
bencana dan kerusakan, dengan membayar premi.
8.2.3.11
Weigth note
Dokumen yang mencatat berat barang,
tetapi dikeluarkan atau dibuat oleh eksportir sendiri, bukan badan khusus.
8.2.3.12
Measurement List
Daftar
yang berisi ukuran dan takaran dari tiap peti atau tiap kemasan.
8.2.3.13
Certificate of Quality
Dokumen
yang dibuat oleh Badan penelitian dan pengembangan industry atau sejenisnya
yang disahkan oleh pemerintah untuk memeriksa mutu barang ekspor.
8.2.4
Pihak-Pihak yang Menunjang Kegiatan
Ekspor
Importir
dan eksportir merupakan pelaksana utama dalam perdagangan internasional. Namun
disamping itu terdapat pihak lain yang mempunyai peranan yang besar pula dalam
menunjang serta menjamin kelancaran pelaksanaan impor maupun ekspor itu secara
keseluruhannya. Pihak-pihak tersebut antara lain :
8.2.4.1 Bank Devisa
Bank
devisa merupakan kelompok pendukung yang memberikan jasa perkreditan, baik
dalam bentuk kredit ekspor maupun sebagai uang muka jaminan L/C impor.
Disamping itu bank devisa juga sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembukaan
L/C impor, penerimaan L/C ekspor, penyampaian dokumen pengapalan maupun dalam
negosiasi dokumen pengapalan itu. Bank juga sangat berguna sebagai peneliti
keaslian dokumen pengapalan dan dalam verifikasi jenis dan isi masing-masing
dokumen pengapalan.
8.2.4.2 Badan
Usaha Transportasi
Dengan
berkembangnya ekspor dan juga dengan adanya perombakan dalam bidang angkutan
baik di darat, laut maupun udara, khususnya dengan munculnya perpetikemasan,
maka muncul usaha jasa baru dalam transportasi yang lazim dikenal dengan freight
forwarder atau forwarding agent.
8.2.4.3 Maskapai
Pelayaran
Perusahaan
pelayaran masih memegang hegemoni dalam bidang angkutan internasional sekalipun
angkutan melalui udara dan darat cukup berkembang pula baik dalam jasa angkutan
penumpang maupun barang. Hambatan dalam bidang angkutan ini akan sangat
mempengaruhi perdagangan internasional.
8.2.4.4 Perusahaan
Asuransi
Resiko
atas barang baik di darat maupun di laut tidak mungkin dipikul sendiri oleh
para eksportir maupun importir. Dalam hal ini perusahaan asuransi memegang
peranan yang tak dapat diabaikan dalam merumuskan persyaratan kontrak
perdagangan internasional yang dapat menjamin resiko yang terkecil dalam tiap
transaksi itu.
8.2.4.5 Kantor
Perwakilan/Kedutaan
Selain
untuk membantu promosi. Kantor kedutaan di luar negeri dapat pula mengeluarkan
dokumen legalitas sseperti consuler invoice yang berfungsi mengecek dan mensahkan pengapalan suatu
barang dari negara tertentu.
8.2.4.6 Surveyor
Pada
umumnya importir dan eksportir berada dalam jarak yang berjauhan dalam arti
geografis sehingga bonafiditas dan integritas masing-masing kurang dapat
diketahui. Karena itu diperlukan pihak ketiga yang netral dan obyektif dapat
memberikan kesaksian atas mutu, jenis, kuantum, keaslian, kondisi, harga, nomor
Pos CCCN dan tarif bea dari komoditi atau produk-produk yang diperdagangkan.
Dalam hal ini dapat dirasakan betapa pentingnya peranan yang dijalankan oleh
juru periksa atau juru timbang dalam perdagangan internasional.
8.2.4.7 Pabean
Pabean
sebagai alat pemerintah bertindak sebagai penjaga lalu lintas komoditi
internasional, disamping mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan
APBN, juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang dan
penumpang.
9.
METODOLOGI
9.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini
adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yakni dengan
menggambarkan obyek yang diteliti secara luas dari hasil kerja laporan. Adapun
implementasinya, hasil Praktek kerja ini akan Penyusun deskripsikan dalam suatu
Laporan Praktek Kerja (J. Moleong, 2009)
9.2
Data yang diperlukan
9.2.1
Data Primer
Data primer yaitu diperoleh dari hasil wawancara
dengan pihak yang dianggap memahami topic atau memiliki otoritas atau persoalan
yang diteliti. Selain itu, data primer diperoleh dari hasil observasi.
(Jogiyanto, 2007)
9.2.2
Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan memanfaatkan segala
informasi yang telah dihimpun oleh berbagai pihak dalam bentuk data tersaji
seperti buku/ laporan , tabel, grafik, data statistic dan lainnya, adapun data
yang diperlukan dalam data sekunder (Jogiyanto, 2007) adalah :
9.2.2.1
Gambaran Umum PT. X.
9.2.2.2
Sejarah PT. X.
9.2.2.3
Struktur organisasi dan pembagian tugas PT.
X.
9.2.2.4
Fasilitas-fasilitas yang dimiliki PT. X.
9.2.2.5
Kendala-kendala yang dihadapi.
9.3 Metode Pengumpulan Data
9.3.1 Metode
Observasi (pengamatan)
Adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan
cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki
(Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 70).
9.3.2 Metode
Interview (wawancara)
Adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang
berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih yang bertatap muka
mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan terkait.
(Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 70-83).
9.4 Cara menganalisa data
Analisa data dilakukan secara deskriptif dimana
penyusun ingin memperoleh data yang jelas, data-data dipercaya oleh suatu
sumber yaitu dengan cara penyusun mencocokan apa yang ada dengan keadaan sebenarnya
di lapangan (Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 156).
10.
SISTEMATIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA (LPK)
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Penegasan Arti Judul
1.2 Alasan Pemilihan Judul
1.3 Latar Belakang Masalah
1.4 Rumusan Masalah
1.5 Tujuan Penyusunan Laporan
1.6 Manfaat Penyusunan Laporan
1.7 Tujuan Teoritis
1.8 Metodologi
BAB II GAMBARAN UMUM
2.1 Sejarah Singkat PT. X.
2.2 Letak Geografis dan Topografi PT.
X.
2.3 Fasilitas-fasilitas Yang Dimiliki PT.
X.
2.4 Struktur
Organisasi Perusahaan dan Tata Kerja PT. X.
BAB III PEMBAHASAN
3.1 Proses
Pergerakan Bil of Lading.
3.2 Peranan
dokumen Bill of Lading dalam proses ekspor.
3.3 Bill of Lading dalam Perjanjian Jual Beli dan Pengangkutan.
3.4 Hambatan-
hambatan yang dihadapi PT. X dalam penanganan dokumen Bill of Lading.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Amir, MS, 2000, Ekspor Impor Teori
dan Penerapannya, PPM, Jakarta.
Amir,
MS, 2003, Seluk Beluk dan Teknik Perdangan Luar Negri, Pustaka Binaman
Pressindo, Jakarta.
Cholid Nurbuko.,
dan Abu H. Achmadi., 2005, Analisa
Deskriktif, PT. Rieneke Cipta,
Jakarta.
Cholid Nurbuko.,
dan Abu H. Achmadi., 2005, Metodologi
Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta.
Hadi Sutrisno,
1968, Bimbingan Menulis Skripsi Thesisi,
Liberty,Yogyakarta.
J.
Moleong exy., 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja
Rosdakarya, bandung.
Jogiyanto,
2007, Metodologi Penelitian Bisnis : salah
kaprah dan pengalaman-
pengalaman,
BPFE, Yogyakarta.
Suyono.
R.P. Capt., 2007, Shipping
Pengangkutan Inter modal Ekspor Impor Melalui Laut, Edisi Keempat, Argya Putra, Jakarta.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan,
2000, Buku Kedua Tentang Hak-hak dan Kewajiban yang Terbit dari Pelayaran,
Pradnya Paramita, Jakarta.
Kitab
Undang-Undang Pelayaran, No.17, 2008, Tentang
Pelayaran. http//:www.
google.com/undang-undangpelayaran_pdf.
google.com/undang-undangpelayaran_pdf.
Nirmana,
2013, Kapal asing kuasai 80 persen ekspor di batam. http://republika
.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/03/07/mj9yy0-kapal-asing-kuasai-80-persen-ekspor-impor-di-batam
.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/03/07/mj9yy0-kapal-asing-kuasai-80-persen-ekspor-impor-di-batam
No comments:
Post a Comment