Friday, July 13, 2018

Contoh Proposal Prosedur Penerbitan Bill Of Loading

1.        JUDUL PROPOSAL
                             Prosedur Penerbitan Bill of Lading Dalam Proses Ekspor Oleh Perusahaan Pelayaran PT. X Di Pelabuhan Tanjung Priok
2.        PENEGASAN ARTI JUDUL
2.1  Prosedur adalah serangkaian aksi yang spesifik, tindakan atau operasi yang harus dijalankan atau dieksekusi dengan cara yang sama agar selalu memperoleh hasil yang sama dari keadaan yang sama dalam menjalankan suatu aktivitas (http://id.wikipedia.org/wiki/Prosedur).
2.2  Bill of Lading atau Konosemen adalah dokumen pengangkutan barang yang didalamnya memuat informasi lengkap mengenai nama pengirim, nama kapal, data muatan, pelabuhan muat dan pelabuhan bongkar, rincian freight dan cara pembayarannya, nama consignee (penerima) atau pemesanan, jumlah B/L yang harus ditandatangani dan tanggal dari pendatanganan (Suyono, 2007:413).
2.3  Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirim ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir MS, 2003:100).
2.4  Perusahaan Pelayaran Adalah suatu badan hukum yang didirikan oleh salah satu orang atau beberapa orang dengan memiliki satu/ lebih kapal untuk mengelola kapal tersebut (Pasal 323 KUHD).
     Jadi arti dari judul diatas adalah tahap-tahap kegiatan penerbitan dokumen Bill of Lading oleh Perusahaan Pelayaran PT. X untuk mengeluarkan barang ke luar wilayah pabean Indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku, mengingat bahwa barang-barang yang dikirimkan dengan kapal atau alat angkut lainnya mempunyai nilai yang tidak kecil, sebaliknya bagi pengangkut Bill of Lading (B/L) merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan barang dengan pihak kedua.
3.        ALASAN PEMILIHAN JUDUL
                 Beberapa alasan yang dapat penyusun kemukakan dalam pemilihan judul Proposal Praktek Kerja ini adalah Penyusun ingin mengetahui secara langsung prosedur penerbitan Bill of Lading yang dilakukan pada PT. X di Tanjung Priok dan alasan lain yang dapat Penyusun Kemukakan antara lain:
3.1    Alasan Ilmiah
Untuk mencari tambahan ilmu pengetahuan baik itu yang sudah diperoleh dari kampus maupun yang belum diperoleh di tempat praktek kemudian mengembangkan ilmu tersebut khususnya dalam bidang kemaritiman.
3.2    Alasan Praktis
Untuk mengetahui secara langsung prosedur Penerbitan Bill of Loading oleh PT. X di Pelabuhan Tanjung Priok.
3.3    Alasan Lain
Untuk mengetahui bagaimana sebenarnya pekerjaan perusahaan pelayaran PT. X didalam menangani dokumen Bill of Lading, dan ilmu yang penyusun dapat akan menjadi bekal penyusun untuk bekerja di perusahaan pelayaran.
4.        Latar Belakang Masalah
Dalam proses pengapalan barang dengan angkutan laut, diperlukan dokumen-dokumen pengapalan atau shipping document. Dokumen pengapalan yang paling penting dalam proses pengapalan barang dengan angkutan laut adalah Bill of Lading (B/L) yang dalam bahasa Indonesia dikenal dengan "konosemen". Bill of Lading (B/L) dikeluarkan dalam beberapa lembar yang berlaku dalil bahwa "satu untuk semua dan semua untuk satu" (one for all and all for one) yang artinya kalau ada satu lembar sudah digunakan untuk menerima barang-barang maka lembaran kedua tidak dapat dipergunakan lagi atau sudah dapat pula dikeluarkan salinan lagi, tapi salinan ini tidak dapat diperjualbelikan dan harus ditandai dengan perkataan tidak dapat diperjualbelikan atau "copy not negotiable" atau dengan istilah lain 'We Verhandel Baar'.
Bukti kontrak pengangkutan (Contract of Affreightment) menggambarkan kewajiban dan tanggung jawab perusahaan pengangkutan terhadap barang muatan yang diangkutnya bilamana terjadi kerugian atas barang-barang yang diangkutnya, demikian pula tentang hukum mana yang dipakai untuk menyelesaikan kerugian tersebut. Praktek pengiriman barang-barang dengan mengunakan angkutan laut pada umumnya menggunakan Bill of Lading sebagai bukti kontrak pengangkutannya, Airway Bill untuk pengangkutan barang-barang dengan angkutan udara, surat jalan barang bilamana pengangkutan dengan angkutan jalan raya dan FIATA B/L (International Freight Forwarer’s Association) bila menggunakan multi modal combined transport.
Pengangkutan laut di Indonesia dilaksanakan oleh perusahaan pelayaran baik yang beroperasi dalam negeri (interinsuler) maupun yang beroperasi di luar negeri (ocean going). Masing-masing perusahaan mengeluarkan Bill of Lading dan mencantumkan ketentuan hukum yang dipakai sebagai dasar hukum Bill of Lading tersebut.
Perusahaan pelayaran yang beroperasi di dalam negeri memakai pasal 470 KUHD sebagai hukum tertinggi yang berlaku untuk Bill of Lading yang dikeluarkannya. Bilamana disimak maksud yang tersirat dalam pasal 470 KUHD tersebut adalah : Ayat (1) Pengangkut tidak dapat membatasi tanggung jawabnya bilamana kapalnya tidak laik laut dan laik muatan. Ayat (2) Pengangkut boleh membatasi tanggung jawabnya bilamana ia dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan.
Dari ketentuan dua ayat tersebut di atas terlihat bahwa B/L perusahaan pelayaran harus mengikuti ketentuan yang digariskan diatas, yakni bahwa :
kapal yang mengangkut barang itu harus laik laut dan laik muatan.
Bilamana pengangkut pelayaran dapat membuktikan bahwa kapalnya telah laik laut dan laik muatan maka si pengangkut dapat membatasi tanggung jawabnya (limitation of liability) sebagaimana diatur dalam Bill of Lading serta ketentuan pasal-pasal KUH
D yang lain.
Sebagai contoh konkrit bahwa kapal yang mengangkut barang itu harus laik laut dan laik muatan, 80 persen kegiatan ekspor dan impor di kawasan perdangangan bebas batam masih dikuasai kapal asing disebabkan ketidakpercayaan terhadap kapal muat domestik serta resiko keamanan pengangkutan sebagai berikut :
Sekitar 80 persen kegiatan ekspor dan impor di kawasan perdangangan bebas batam dikuasai kapal asing Sekarang sudah menurun, tapi tetap saja lebih banyak kapal asing dibatam. Dari sekitar 20 persen kapal indonesia yang melayani ekspor impor di batam, itu pun belum tentu milik pengusaha indonesia seluruhnya. Sebagian kapal itu kepemilikan bersama dengan orang asing. Batam masih kesulitan melayani ekspor impor karena kesulitan pendanaan. Masih banyaknya kegiatan ekspor impor oleh kapal asing disebabkan ketidakpercayaan terhadap kapal muat domestik serta resiko keamanan pengangkutan. Penggunaan kapal asing sehingga kegiatan ekspor impor dilakukan dengan free on board (FOB) sedang impor dengan cost insurance and freight (CIF). Akibatnya arus devisa juga banyak keluar dari kegiatan perdangan internasional yang berpotensi merugikan keuangan Negara.” (www.republika.co.id/ berita/ekonomi/bisnis/13/03/07/mj9yy0-kapal-asing-kuasai-80-persen-ekspor-impor-di-batam).
Dokumen ekspor mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses ekspor khususnya Bill of Lading, baik dalam hal pembayaran maupun dalam pengiriman barang. Dalam negosiasi pembayaran, dokumen yang lengkap dapat menjadi jaminan bagi seorang eksportir untuk mendapatkan haknya dalam pelunasan pembayaran, sedangkan bagi importir dokumen tersebut, digunakan sebagai bukti kepemilikan barang yang nantinya dapat digunakan dalam proses bongkar muat barang. Melihat uraian diatas akan pentingnya peranan dokumen Bill of Lading serta peran Freight forwarding dalam proses ekspor. Maka dengan alasan tersebut, penulis mengambil judul “Prosedur Penerbitan Dokumen Bill of Lading (B/L) Dalam Proses Ekspor di perusahaan pelayaran PT. X di Pelabuhan Tanjung Priok.

5.    RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah terkait dengan proposal praktek kerja ini yaitu :
“Bagaimana Prosedur Penerbitan Bill of Lading di Perusahaan Pelayaran PT. X Pelabuhan Tanjung Priok ?”
6.    TUJUAN PENULISAN LAPORAN
Tujuan penulisan laporan ini selain untuk memberi gambaran secara langsung tentang prosedur penerbitan dokumen Bill of Lading sehingga penyusun akan terjun langsung dalam suatu praktek kerja, dan dapat mengetahui secara langsung setiap kegiatan yang ada dan suatu kendala yang dihadapi serta pemecahan maupun antisipasi yang dilakukan dalam setiap keadaan tersebut juga bertujuan untuk :
6.1    Tujuan Akademik
Sebagai tugas akhir bagi penyusun untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma III Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga dan untuk mengenalkan praktek kerja kepada Taruna/Taruni Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga agar mampu mengenal serta mengikuti kegiatan sehari-hari di bidang kepelabuhanan.
6.2    Tujuan Ilmiah
                        Untuk memperdalam ilmu pengetahuan yang telah diperoleh melalui perkuliahan dan juga untuk menerapkan ilmu pengetahuan dalam praktek di lapangan.
6.3    Tujuan Lain-lain
Sebagai pengalaman sebelum memasuki dunia kerja, sekaligus memperdalam ilmu pengetahuan yang pernah didapat dan yang belum didapat dalam perkuliahan dan selebihnya dapat dipergunakan untuk pengabdian kepada masyarakat di lingkungan pelabuhan.
7.    MANFAAT PENYUSUNAN LAPORAN
7.1     Bagi Penyusun
Sebagai sarana dan langkah awal untuk melatih diri guna persiapan sebelun terjun kedunia kerja serta bagaimana menganalisa hal-hal yang penting dilapangan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik sewaktu berhadapan dengan masyarakat umum khusunya dilingkungan pelabuhan dalam mendapatkan data-data yang dibutuhkan serta menyusunnya dalam bentuk karya ilmiah.
7.2     Bagi Ilmu Pengetahuan
Mengembangkan karya tulis yang berkaitan dengan Prosedur penerbitan Bill of Lading dilingkungan pelabuhan khusus PT. X dan menambah teori kemaritiman yang telah didapat dibangku kuliah kedalam tugas praktek kerja sehingga akan menambah gambaran kenyataan kerja dilapangan.
7.3     Bagi Pembangunan
Dapat menyumbangkan wawasan terhadap apa yang perlu dikembangkan di Perusahaan Pelayaran PT. X pelabuhan Tanjung Priok atau diseluruh pelabuhan yang ada di Indonesia baik yang sudah berkembang maupun yang masih tertinggal.
8.    TINJAUAN TEORITIS
Dalam penyusunan tinjauan teoritis ini penyusun akan mengungkapkan perihal terkait penerbitan Bill of Lading dengan penyelenggaraan ekspor oleh
PT. Citra Pembina Pengangkutan Industries Group.
8.1    Bill of Lading
Dalam pembuatan Bill of Lading melibatkan suatu badan usaha lain yang tidak kurang pentingnya dalam perdagangan luar negeri yaitu perusahaan angkutan laut atau shipping company.
Yang dimaksudkan dengan shipping company adalah usahaan pelayaran yang mempunyai jaringan-jaringan pelayaran yang menghubungkan antara satu pelabuhan dengan pelabuhan lain hampir keseluruh pelosok dunia dengan tujuan untuk mempermudah pemindahan barang penumpang dari satu tempat ketempat lain.
Shipping company yang menyelenggarakan pelayaran tetap dan teratur dan yang menghubungkan rute-rute tertentu disebut liner, sedangkan perusahaan yang tidak mempunyai rute tertentu disebut tramper. Setiap eksportir yang bermaksud mengirimkan barang yang dalam hal ini bertindak shipper dapat menghubungi agen dari salah satu shipping company guna mendapatkan
ruangan di kapal untuk barang-barangnya. Barang-barang yang akan dikirim sudah harus berada dipelabuhan di mana kapal akan berlabuh closing date yang ditentukan. Closing date berarti hari terakhir memuat barang di pelabuhan tersebut.
                        Barang-barang yang akan diangkut dapat diterima oleh shiping company dengan dua cara yaitu dengan cara alongside, atau shed (disimpan sementara didalam gudang) Bilamana sampai terjadi suatu Bill of Lading sudah dikeluarkan, sedangkan barangnya belum dimuat di atas kapal (misalnya karena kekliruan) maka pemegang Bill of Lading mempunyai hak penuh melakukan tuntunan (claims) atas seluruh barang yang disebut dalam Bill of Lading dan bukan “received for shipment” Bill of Lading.
Sebelum Bill of Lading diserahkan kepada shipper, maka mate’s receipt harus dikembalikan lebih dulu sebagai tukaran bagi shipping company. Oleh karena Bill of Lading merupakan dokumen terpenting dalam hal ini, maka di sini akan ditinjau arti dan fungsi dari Bill of Lading.
Dalam penerbitan dokumen Bill of Lading, harus mengetahui hal-hal sebagai berikut :
8.1.1        Fungsi Bill of Lading
8.1.1.1       Tanda terima barang atau muatan ( Document of receipt)
Bill of Lading berfungsi sebagai tanda terima barang untuk menyatakan bahwa barang telah dimuat di atas kapal.
8.1.1.2       Dokumen pemilikan ( Document of title)
Bill of Lading dapat digunakan untuk pengambilan barang di pelabuhan pembongkaran.
8.1.1.3            Kontrak pengangkutan ( Contract of carriage)
Bill of Lading berfungsi sebagai perjanjian pengankutan laut atau kontrak perjanjian bahwa barang atau muatan akan dimuat di atas kapal hingga tempat tujuan.
Bill of loading biasanya dikeluarkan dalam set lengka yang lazimnya terdiri rangkap tiga (Full set Bill of Lading) yang penggunaannya adalah sebagai berikut:
a.    (Satu) lembar untuk shipper
b.    (dua) lembar untuk consignee atau penerima barang.
Akan tetapi mungkin juga consignee menuntut supaya full set diserahkan kepadanya. Untuk setiap lembar orisinal Bill of Lading berlaku hukum “one for all and all for one” yang berarti bilamana salah satu dari lembar-lembar orisinal itu telah ditukarkan dengan delivery order (do) maka lembar-lembar yang lain dengan sendirinya menjadi batal.
8.1.2                       Jenis Bill of Lading
Terdapat beberapa jenis Bill of Lading sesuai dengan fungsinya. Berikut ini adalah jenis Bill of Lading yang menjadi dokumen dalama pengankutan lau diantaranya adalah :
8.1.2.1  House Bill of Lading : B/L yang dikeluarkan oleh pihak forwarding.
                        Freight Forwarder adalah badan usaha yang bertujuan untuk memberikan jasa pelayanan atau pengurusan atas seluruh kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman, penggangkutan dan penerimaan barang dengan menggunakan multimodal transport baik melalui darat, laut maupun udara.
Disamping itu freight forwarder juga melaksanakan pengurusan penerbitan formalitas dokumentasi yang dipersyaratkan oleh adanya peraturan-peraturan pemerintah negara asal ekspor, Negara transit dan negara impor. Serta sesuai dengan ruang lingkup usahanya, freight forwarder juga melengkapi dokumen-dokumen yang berkaitan dengan Letter of Credit, Certificate of Receipt, Bill of Lading, Sea Waybill, Air Waybill, House Bill of Lading, Fiata Bill of Lading, Delivery Order dan sebagainya.
8.1.2.2  Through Bill of Lading yang dikeluarkan oleh pihak pelayaran dari POL (Port Of Loading) sampai ke POD (Port Of Discharges), Through Bill of Lading dipakai oleh
8.1.2.3  Combined Transport Bill of Lading
  Bill of Lading yang meliputi pengangkutan barang dengan menggunakan lebih dari satu jenis alat transportasi. Dokumen ini menyebutkan berbagai operator transportasi (pengangkut) yang akan mengambil barang di tepat muat pengapalan dan membawanya ke tempat tujuan.
8.1.3        Bagian-bagian dalam Bill of Lading
Ada banyak bagian-bagian yang harus diisi dalam sebuah Bill of Lading, antara lain : (Suyono RP, 2007:414).
8.1.3.1  Shipper ( pengirim barang)
Pengirim biasanya adalah pihak yang mula-mula menyiapkan Bill of Lading dan memberikan perincian dari barangnya yang akan diperlukan. Dimana Hague, Hague-Visby Rules, atau Hamburg Rules diberlakukan, pengiriman wajib mendapat keterangan peraturan yang berlaku bila barangnya dikapalkan.
Sebaliknya, shipper (pengirim) berkewajiban memberi keterangan yang jelas mengenai barangnya, dan bila keterangannya tidak benar dapat mendapat tuntutan dari kapal sebagai carrier (pengangkut)
Bila pemilik asli dari barang memakai jasa forwarding, biasannya nama yang tercantum pada Bill of Lading ini adalah nama forwarding dan dari pihak forwarding sendiri akan mengeluarkan house Bill of Lading. Hal ini dilakukan oleh pihak forwarding agar pihak pelayaran tidak mengetahui siapa pemilik barang sebenarnya untuk menghindari pembajakan pemilik barang.
Hal ini terkadang terdengar ironi, karena peraturan pemerintah yang baru sekarang adalah manifest yang dikirim dalam bentuk flat file di bea cukai haruslah nama asli pemilik barang, sehingga bila forwarding mengeluarkan house Bill of Lading maka mereka akan membuat manifest sesuai house B/L mereka dan manifest tersebut dikirimkan ke pihak pelayaran untuk di kumpulkan kemudian dikirim ke bea cukai.
8.1.3.2  Cosignee ( penerima barang)
Keterangan mengenai pihak penerima bukan urusan kapal, namun persoalan antara penjual dari barang (biasanya shipper) dan calon pembeli barang. Tergantung dari transaksi perdagangan dari barang, di dalam kotak untuk consignee dalam bill of loading dapat ditulis “bearer” atau “holder”, atau juga dapat disebut “nama dari consignee”, “to order”, atau kotaknya dibiarkan kosong. Semuanya itu menunjukan cara pemindahan kepemilikan dari Bill of Lading dan pengawasan dari penerima barang.
8.1.3.3  Notify Party
Alamat atau nama dari pihak yang shipper minta kepada pemilik kapal (carrier) untuk diberi tahu bila kapal sampai di tempat pembongkaran barangnya. Biasanya notify party adalah consignee atau agen yang diminta untuk menerima barang bila kapal tiba.
8.1.3.4  Vessel (Kapal)
Nama dari kapal yang mengankut barang harus ditulis. Hal ini perlu dalam Bill of Lading untuk memberi tahu bahwa barang telah diangkut secara fisik dari seller (penjual) kepada buyer (pembeli)
8.1.3.5  Shipper’s description of goods
Pada umumnya dibagi dalam :
a.         Mark dan umbers
b.        Number of Containers or other Packages, Pieces orUnits
c.         Container Numbers
d.        Gross Weight
8.1.3.6  Measurement
            Sesuai Hague, Hague-Visby, atau Hamburg Rules, shipper berhak untuk meminta kepada kapal untuk mengeluarkan Bill of Lading yang memberikan Bill of Lading yang memberikan perincian mengenai barang yang dimuat.
                        Dengan melihat Bill of Lading, buyer dapat mengetahui barang yang ada dikapal. Keterangan yang lebih rinci tentunya sangat diperlukan untuk melakukan pembelian dalam perdangan.
                        Perincian mengenai muatan ini yang sering menimbulkan persoalan dan pengangkut hanya mengetahui keadaan dari luar saja. Oleh karena itu Ada istilah :
a.        Shipper’s load and count.
b.        Apparent good order and condition.
c.         Said to wight.
d.        Dll.
8.1.3.7  No. Of Original Bills of Lading
  Secara tradisional, jumlah Bill of Lading yang dikeluarkan terdiri dari satu set dengan 3 buah lembar Bill of Lading. Namun demikian, hal itu bukan sesuatu ketentuan. Jumlah Bill of Lading yang ada disebut dalam kotak ini yang biasanya dalam Bill of Lading lainnya juga akan terletak di kotak sebelah kanan tengah.
8.1.3.8  Shipped oin Board
            Shipped at the port of Loading in apparent good order on board the vessel for carriage to the Port of Discharge or so near thereto as she may safely get the goods specified above.
            Bahwa shipper yang mendapat Bill of Lading demikian, belum menentukan bahwa barangnya sudah dimuat di atas kapal. Brang itu mungkin masih berada dalam gudang dari perkapalan dan menunggu pemuatan ke atas kapal.
            Tanggung jawab sepenuhnya berada pada pihak carrier, namun Date (tanggal) bahwa barang betul sudah berada diatasnya sebaiknya diperhatikan.
            For the carrier dalam Bill of Lading biasanya adalah tanda tangan dari petugas perkapalan yang menyaksikan pemuatan barang ke atas kapal.
8.1.3.9  Freight and Charges
Jumlah dari freight yang dibayar dapat tertera dalam kolom ini dan dapat juga tidak. Biasanya ditulis Freight Payable at Destination atau dapat juga ditulis Freight Prepaid.
8.1.3.10                      Bill of Lading No....
Pada sebelah kanan atas ada kotak khusus untuk nomor dari Bill of Lading.
            Biasanya diberi nomor sebagai refrence untuk perusahaan pelayaran dan juga untuk shipper dan buyer.
8.1.3.11                      For the Carrier, PT.Perushaan Pelayaran
By............................. As Agent
            Bilamana barang telah dimuat di atas kapal, dan shipper telah melaksanakan kewajiban pembayaran biaya dari barangnya, seperti freight, biaya terminal, bongkar/muat dan lainnya maka agen sebagai perwakilan dari perusahaan pelayaran akan membubuhkan tanda tanganya.
8.1.4        Cara mengisi formulir Bill of Lading
     Pada umumnya setiap maskapai pelayaran sudah menyediakan formulir Bill of Lading yang isinya pada umumnya sudah dinormalisasi. Cara-cara mengisi Bill of Lading adalah sebagai berikut (Amir MS, 2000:59).
8.1.4.1       Alenia pertama dari Bill of Lading berisikan kalimat :
Shipped in apparent good order and conditions by Messrs... (Nama shipper).
Pernyataan ini merupakan penegasan telah dimuatnya barang di atas kapal dalam keadaan baik, dan disebutkan nama yang mengirimkan barang (shipper), nama kapal, nama pelabuhan muat, nama pelabuhan tujuan (destination/unloading port), jumlah barang yang dimuat (banyak peti), uraian ringkas dari barang, dan nama penerima barang (consignee).
     Ruangan untuk nama penerima barang sering diisinya hanya dengan perkataan to order, dan kemudian ditambah dengan notify adress yang dimaksudkan sebagai alamat penghubung untuk penyelesaian penyerahan barang di tempat tujuan.
8.1.4.2       Adakalanya barang-barang terpaksa harus dipindahkan kekapal lain (transhipped) yang akan meneruskan pengangkutan sampai ke tempat tujuan. Dalam hal ini tidak perlu dikeluarkan Bill of Lading baru tetapi cukup dalam B/L yang pertama disebutkan adanya transhipment ini. Misalnya barang-barang diangkut dari pelabuhan Tanjung Priok dengan tujuan terakhir Liverpoll dan memerlukan transhipment di Genoa. Di dalam Bill of Lading disebutkan sebagai berikut : From Tanjung Periok, to Liverpool, transhipped into ss/ms .. at Genoa.
8.1.4.3       Ongkos angkut (freight) pada umumnya di dalam B/L dinyatakan dalam British shilling atau dalam United States Dollar. Bilamana ongkos sudah dibayar di muka oleh shipper maka di dalam B/L di cap “freight prepaid”. Pada umumnya di dalam B/L disebutkan tarip ongkos angkut (total freigth) tidak dicantumkan di dalam B/L, sedangkan ongkos angkut itu sudah dibayarkan di muka oleh shipper, maka di dalam B/L di cap dengan “freight paid as arranged” (ongkos angkut sudah dibayar sebagaimana dimufakati).
8.1.4.4       Alenia terakhir dari B/L menyebutkan banyaknya lembar-an asli (original) Bill of Lading yang dikeluarkan (yang ditandatangani) misalnya 3/3, 4/4 dan seterusnya. Penulisan 3/3 atau 4/4 ini bukan dengan angka 3 atau 4 saja adalah sesuai hukum “one for all for one’ yang berlaku di dalam Bill of Lading. (Asli) orisinal dari B/L ini yang dapat diperdagangkan disebut “negotable Bill of Lading”, sedangkana tembusan-tembusannya yang tidak ditandatangani disebut non administratip. Perlu dicatat bahwa dengan straight Bill of Lading, maka straight B/L ini juga disebut non negotable B/L, disebabkan sifatnya yang tidak bisa dipindahkan (hak atas B/L itu) dengan cara biasa yang berlaku bagi B/L kepada order umunya.
8.1.5   Kehilangan Bill of Lading
Apa yang harus dilakukan bila kehilangan Bill of Lading:
8.1.5.1.1        Minta surat keterangan kehilangan dari Kepolisian (yang asli).
8.1.5.1.2        Minta diiklankan di media lokal selama 3 hari ,bahwa ada kehilangan Bill of Lading.
8.1.5.1.3        Bill of Lading original akan diterbitkan lagi oleh pelayaran, dengan keterangan “RE-ISSUED”.
8.2     Proses Ekspor di Indonesia
Transaksi ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam ke luar wilayah pabean Indonesia dengan mematuhi ketentuan dan juga peraturan yang telah disepakati oleh buyer dan seller mengenai transaksi ekspor itu sendiri. Transaksi ekspor merupakan salah satu kekuatan ekonomi Indonesia yang mempunyai peranan yang sangat penting sebagai tulang punggung perekonomian Indonesia. Tanpa kita pungkiri bahwa ekspor mempunyai peran yang strategis dalam membantu pemerintah dalam melakukan pembangunan dalam negeri. Hal ini karena melalui ekspor, negara akan memperoleh devisa dalam upaya menambah tabungan domestik sehingga dapat membayar hutang luar negeri yang jumlahnya semakin meningkat tiap tahunnya (Amir MS, 2000:1)
Sejalan dengan permasalahan yang dihadapi dalam transaksi ekspor semakin luas dan komplek, sehingga peningkatan pelayanan yang cepat, tepat, dan aman menjadi tanggung jawab bersama. Dalam hal ini, pemerintah melalui instansi terkait dengan segala upaya menjadikan Indonesia sebagai pintu gerbang arus barang dan jasa dalam pendistribusian dan penanganan arus barang ekspor maupun impor sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam prakteknya pengurusan dan penyelesaian barang ekspor di pelabuhan tujuan, memerlukan orang yang profesional yang mengetahui peraturan-peraturan yang berlaku serta mengerti prosedur dan alur dalam pengurusan dokumen-dokumen yang timbul dari transaksi ekspor. Terlebih lagi dalam penanganan muatan kecil atau yang sering disebut dengan muatan konsolidasi dan Less Container Load ( LCL ) Dalam menangani muatan tersebut dibutuhkan penanganan khusus oleh Perusahaan Jasa Pengurusan Freight Forwarder. Freight Forwarder dalam menanganani muatan konsolidasi ini melayani beberapa shipper dan menggabungkannya ke dalam muatan Full Loads.
8.2.1        Pengertian Ekspor
Ekspor adalah mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirim ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing (Amir MS, 2003:100).
8.2.2        Tahapan-Tahapan Pelaksanaan Ekspor
Tahap-tahap pelaksanaan ekspor adalah serangkaian pekerjaan yang saling berhubungan menurut waktu dan cara-cara tertentu dalam menjual barang dan jasa yang diselenggarakan kepada penduduk diluar negeri atau diluar batas negara kita.
Tahapan pelaksanaan ekspor tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
8.2.2.1            Eksportir menerima order dari importer
8.2.2.2            Eksportir menerima L/C dari bank di negara eksportir, yang merupakan advising bank atau dapat bertindak sebagai confirming/negotiating bank.
8.2.2.3            Eksportir menyiapkan barang-barang ekspor atau memesan barang dari produsen atau supplier.
8.2.2.4            Eksportir menyelenggarakan pengepakan barang ekspor dengan atau tanpa bantuan EMKL/Freight forwarding.
8.2.2.5            Eksportir memesan ruangan kapal pada maskapai pelayaran.
8.2.2.6            Eksportir melakukan pemuatan barang dengan atau tanpa bantuan EMKL/Freight forwarding.
8.2.2.7            Eksportir mengurus B/L pada maskapai pelayaran.
8.2.2.8            Eksportir menutup asuransi, tergantung syarat dari L/C.
8.2.2.9            Eksportir menyiapkan faktur dan dokumen-dokumen pengapalan yang disyaratkan dalam L/C ( termasuk consular invoice bila diharuskan )
8.2.2.10        Eksportir menyerahkan dokumen-dokumen dan mengajukan wesel kepada advising/negotiating bank untuk memperoleh pembayaran/akseptasi sesuai syarat L/C.
8.2.2.11        Eksportir memperoleh pembayaran/akseptasi wesel dari advising/ negotiating bank.
8.2.2.12        Eksportir mengirim copy dokumen-dokumen pengapalan kepada importir/memberitahukan pengapalan kepada importir.
8.2.2.13        Dalam hal wesel diaksep, meminta bank untuk mendiskonto
wesel. Bila mendapat kredit dari bank, melunasi kredit tersebut dengan pembayaran hasil dari transaksi.
8.2.3        Dokumen-dokumen yang Diperlukan dalam Kegiatan Ekspor
Dokumen adalah suatu instrument tertulis yang mengandung fakta-fakta, angka-angka atau keterangan-keterangan lain yang dipakai sebagai bukti.
Jenis-jenis dokumen dalam pelaksanaan ekspor antara lain :
8.2.3.1       Shipping Instructions ( SI )
Shipping Instructions adalah dokumen yang digunakan untuk pemesanan kapal dan container. Dokumen SI dibuat oleh eksportir atau Ekspedisi Muatan Kapal Laut. Informasi yang termuat dalam SI diperlukan sebagai dasar pembuatan B/L.
8.2.3.2       Bill of Lading ( B/L )
8.2.3.3       Letter of credit ( L/C )
Letter of credit adalah sebuah instrument yang dikeluarkan oleh sebuah bank atas permintaan importir, yang menguasakan seseorang atau sebuah perusahaan penerima instrument ( eksportir ) menarik wesel atas bank yang bersangkutan atau salah satu bank korespondennya bagi kepentingan, berdasarkan kondisi-kondisi atau persyaratan yang tercantum pada instrument tersebut.
8.2.3.4       Surat Keterangan Asal ( SKA )/Certificate of origin
Surat keterangan asal adalah surat pernyataan yang menyebutkan negara asal suatu barang. Dengan adanya surat ini, importir mengetahui bahwa barang yang diimpornya adalah benar-benar berasal dari negara eksportir.
SKA ini penting karena untuk memperoleh fasilitas bea masuk maupun sebagai alat perhitungan quota di negara tujuan atau untuk mencegah masuknya barang terlarang. Surat ini diterbitkan oleh dinas perindustrian dan perdagangan.
8.2.3.5       Pemberitahuan Ekspor Barang ( PEB )
Pemberitahuan Ekspor Barang merupakan dokumen pabean yang digunakan untuk pembentukan pelaksanaan ekspor barang yang isinya antara lain:
a.    Jenis barang
b.    Identitas eksportir
c.    Nama Importir
d.   Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP )
e.    Izin khusus
f.     Berat barang
g.    Cara penyerahan
h.    Merk dan nomor petikemas
i.      Nomor HS
j.      dll
PEB wajib diisi dengan sebenar-benarnya, ditandatangani oleh eksportir, pejabat bea dan cukai serta pejabat bank devisa yang berwenang untuk hal tersebut.
8.2.3.6       Nota Pelayanan Ekspor ( NPE )
Nota Pelayanan Ekspor adalah dokumen ekspor yang dikeluarkan oleh
Bea dan Cukai yang menyatakan bahwa komoditi tersebut siap untuk diekspor dan tidak ada masalah.
8.2.3.7       Delivery order ( DO )
Delivery order merupakan dokumen yang dikeluarkan oleh bank sebagai perintah untuk menyerahkan barang-barang yang disimpan di gudangmtersebut kepada pihak yang disebut dalam Delivery order.
8.2.3.8       Packing list.
Dokumen ini dibuat oleh eksportir untuk menerangkan uraian dari barang- barang yang dibungkus atau diikat dalam peti dan sebagainya. Dalam membuat daftar rincian barang, eksportir biasanya juga memberitahukan tentang jenis bahan pembungkus. Hal tersebut dilakukan untuk kepentingan mempermudah dan memperlancar pemeriksaan oleh pejabat Bea dan Cukai.
8.2.3.9       Invoice
Invoice adalah nota perincian tentang keterangan barang-barang yang dijual dan harga dari barang-barang tersebut. Invoice merupakan suatu dokumen yang penting dalam perdagangan, sebab dengan data-data dalam invoice ini dapat diketahui jumlah wesel yang akan ditarik, jumlah penutupan asuransi, dan penyelesaian segala macam bea masuk.
8.2.3.10       Polis Asuransi
Polis asuransi adalah surat bukti pertanggungan yang dikeluarkan maskapai asuransi atas permintaan eksportir maupun importir untuk menjamin keselamatan atas barang yang dikirim dari aneka bencana dan kerusakan, dengan membayar premi.
8.2.3.11       Weigth note
Dokumen yang mencatat berat barang, tetapi dikeluarkan atau dibuat oleh eksportir sendiri, bukan badan khusus.
8.2.3.12       Measurement List
Daftar yang berisi ukuran dan takaran dari tiap peti atau tiap kemasan.
8.2.3.13       Certificate of Quality
Dokumen yang dibuat oleh Badan penelitian dan pengembangan industry atau sejenisnya yang disahkan oleh pemerintah untuk memeriksa mutu barang ekspor.
8.2.4        Pihak-Pihak yang Menunjang Kegiatan Ekspor
Importir dan eksportir merupakan pelaksana utama dalam perdagangan internasional. Namun disamping itu terdapat pihak lain yang mempunyai peranan yang besar pula dalam menunjang serta menjamin kelancaran pelaksanaan impor maupun ekspor itu secara keseluruhannya. Pihak-pihak tersebut antara lain :
8.2.4.1   Bank Devisa
Bank devisa merupakan kelompok pendukung yang memberikan jasa perkreditan, baik dalam bentuk kredit ekspor maupun sebagai uang muka jaminan L/C impor. Disamping itu bank devisa juga sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pembukaan L/C impor, penerimaan L/C ekspor, penyampaian dokumen pengapalan maupun dalam negosiasi dokumen pengapalan itu. Bank juga sangat berguna sebagai peneliti keaslian dokumen pengapalan dan dalam verifikasi jenis dan isi masing-masing dokumen pengapalan.
8.2.4.2       Badan Usaha Transportasi
Dengan berkembangnya ekspor dan juga dengan adanya perombakan dalam bidang angkutan baik di darat, laut maupun udara, khususnya dengan munculnya perpetikemasan, maka muncul usaha jasa baru dalam transportasi yang lazim dikenal dengan freight forwarder atau forwarding agent.
8.2.4.3       Maskapai Pelayaran
Perusahaan pelayaran masih memegang hegemoni dalam bidang angkutan internasional sekalipun angkutan melalui udara dan darat cukup berkembang pula baik dalam jasa angkutan penumpang maupun barang. Hambatan dalam bidang angkutan ini akan sangat mempengaruhi perdagangan internasional.
8.2.4.4      Perusahaan Asuransi
Resiko atas barang baik di darat maupun di laut tidak mungkin dipikul sendiri oleh para eksportir maupun importir. Dalam hal ini perusahaan asuransi memegang peranan yang tak dapat diabaikan dalam merumuskan persyaratan kontrak perdagangan internasional yang dapat menjamin resiko yang terkecil dalam tiap transaksi itu.
8.2.4.5       Kantor Perwakilan/Kedutaan
Selain untuk membantu promosi. Kantor kedutaan di luar negeri dapat pula mengeluarkan dokumen legalitas sseperti consuler invoice yang berfungsi mengecek dan mensahkan pengapalan suatu barang dari negara tertentu.
8.2.4.6       Surveyor
Pada umumnya importir dan eksportir berada dalam jarak yang berjauhan dalam arti geografis sehingga bonafiditas dan integritas masing-masing kurang dapat diketahui. Karena itu diperlukan pihak ketiga yang netral dan obyektif dapat memberikan kesaksian atas mutu, jenis, kuantum, keaslian, kondisi, harga, nomor Pos CCCN dan tarif bea dari komoditi atau produk-produk yang diperdagangkan. Dalam hal ini dapat dirasakan betapa pentingnya peranan yang dijalankan oleh juru periksa atau juru timbang dalam perdagangan internasional.
8.2.4.7       Pabean
Pabean sebagai alat pemerintah bertindak sebagai penjaga lalu lintas komoditi internasional, disamping mengamankan pemasukan keuangan negara bagi kepentingan APBN, juga membantu eksportir dan importir dalam memperlancar arus barang dan penumpang.
                    
9.    METODOLOGI
9.1   Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yakni dengan menggambarkan obyek yang diteliti secara luas dari hasil kerja laporan. Adapun implementasinya, hasil Praktek kerja ini akan Penyusun deskripsikan dalam suatu Laporan Praktek Kerja (J. Moleong, 2009)
9.2    Data yang diperlukan
9.2.1        Data Primer
Data primer yaitu diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak yang dianggap memahami topic atau memiliki otoritas atau persoalan yang diteliti. Selain itu, data primer diperoleh dari hasil observasi. (Jogiyanto, 2007)
9.2.2        Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan memanfaatkan segala informasi yang telah dihimpun oleh berbagai pihak dalam bentuk data tersaji seperti buku/ laporan , tabel, grafik, data statistic dan lainnya, adapun data yang diperlukan dalam data sekunder (Jogiyanto, 2007) adalah :
9.2.2.1   Gambaran Umum PT. X.
9.2.2.2   Sejarah PT. X.
9.2.2.3   Struktur organisasi dan pembagian tugas PT. X.
9.2.2.4   Fasilitas-fasilitas yang dimiliki PT. X.
9.2.2.5   Kendala-kendala yang dihadapi.
9.3   Metode Pengumpulan Data
9.3.1   Metode Observasi (pengamatan)
Adalah alat pengumpul data yang dilakukan dengan cara mengamati dan mencatat secara sistematis gejala-gejala yang diselidiki (Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 70).
9.3.2   Metode Interview (wawancara)
Adalah proses tanya jawab dalam penelitian yang berlangsung secara lisan antara dua orang atau lebih yang bertatap muka mendengarkan secara langsung informasi-informasi atau keterangan terkait. (Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 70-83).
9.4  Cara menganalisa data
Analisa data dilakukan secara deskriptif dimana penyusun ingin memperoleh data yang jelas, data-data dipercaya oleh suatu sumber yaitu dengan cara penyusun mencocokan apa yang ada dengan keadaan sebenarnya di lapangan (Cholid Nurbuko dan Abu Achmadi, 2005: 156).

10.    SISTEMATIKA LAPORAN PRAKTEK KERJA (LPK)
HALAMAN JUDUL                                                                                         
HALAMAN PERSETUJUAN
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN MOTTO
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I      PENDAHULUAN                                                         
1.1  Penegasan Arti Judul
1.2  Alasan Pemilihan Judul
1.3  Latar Belakang Masalah 
1.4  Rumusan Masalah                                                                      
1.5  Tujuan Penyusunan Laporan
1.6  Manfaat Penyusunan Laporan
1.7  Tujuan Teoritis
1.8  Metodologi
BAB  II   GAMBARAN  UMUM
2.1  Sejarah Singkat PT. X.
2.2 Letak Geografis dan Topografi PT. X.
2.3  Fasilitas-fasilitas Yang Dimiliki PT. X.
2.4  Struktur Organisasi Perusahaan dan Tata Kerja PT. X.
BAB III   PEMBAHASAN
3.1     Proses Pergerakan Bil of Lading.
3.2     Peranan dokumen Bill of Lading dalam proses ekspor.
3.3     Bill of Lading dalam Perjanjian Jual Beli dan Pengangkutan.
3.4     Hambatan- hambatan yang dihadapi PT. X dalam penanganan dokumen Bill of Lading.
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran    
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN


DAFTAR PUSTAKA


Amir, MS, 2000, Ekspor Impor Teori dan Penerapannya, PPM, Jakarta.

Amir, MS, 2003, Seluk Beluk dan Teknik Perdangan Luar Negri, Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta.
Cholid Nurbuko., dan  Abu H.  Achmadi., 2005,  Analisa Deskriktif,  PT. Rieneke Cipta, Jakarta.
Cholid Nurbuko., dan Abu H. Achmadi., 2005, Metodologi Penelitian, Bumi Aksara, Jakarta.
Hadi Sutrisno, 1968, Bimbingan Menulis Skripsi Thesisi, Liberty,Yogyakarta.
J. Moleong exy., 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, bandung.

Jogiyanto, 2007, Metodologi Penelitian Bisnis : salah kaprah dan pengalaman-
pengalaman, BPFE, Yogyakarta.
Suyono. R.P. Capt.,  2007,  Shipping Pengangkutan Inter   modal Ekspor Impor Melalui Laut, Edisi Keempat, Argya Putra, Jakarta.
Kitab Undang-undang Hukum Dagang dan Undang-undang Kepailitan, 2000, Buku Kedua Tentang Hak-hak dan Kewajiban yang Terbit dari Pelayaran, Pradnya Paramita, Jakarta.
Kitab Undang-Undang Pelayaran, No.17, 2008, Tentang Pelayaran. http//:www.
google.com/undang-undangpelayaran_pdf.
Nirnama, 2013, Tentang Pengertian Prosedur. http://id.wikipedia.org/wiki/
Prosedur
.
Nirmana, 2013, Kapal asing kuasai 80 persen ekspor di batam. http://republika
.co.id/berita/ekonomi/bisnis/13/03/07/mj9yy0-kapal-asing-kuasai-80-persen-ekspor-impor-di-batam

No comments:

Post a Comment